Hak Asasi Manusia Hak untuk Hidup

Amerika Serikat (AS) selalu meneriakkan Hak Asasi Manusia (HAM) setiap kali mereka hendak  menekan Rusia atau RRC atau negara non Barat lain. AS hendak menunjukkan pada seluruh dunia “lihat, mereka lebih buruk daripada AS, mereka tak mengindahkan HAM, padahal semua orang beradab setuju penegakkan HAM adalah mutlak.” Apakah serangan ini sahih? Mari kita analisa.

Apa itu HAM? HAM adalah hak dasar yang dimiliki setiap individu. Hak-Hak ini dibagi menjadi:

1. Hak untuk hidup.
2. Hak untuk bebas dari rasa takut.
3. Hak untuk bekerja.
4. Hak untuk mendapatkan pendidikan.
5. Hak untuk mendapatkan persamaan di mata hukum.
6. dan seterusnya.

Dari semua hak tersebut hak untuk hidup adalah yang pertama dan terpenting. Tanpa kehidupan semua hak lain akan jadi tak bernilai. Ketika seseorang tak bisa hidup semua hak lain secara otomatis takkan dia dapatkan.
Maka itu hampir semua negara setidaknya berniat untuk melanggar HAM. Buktinya adalah hampir tak ada negara yang tak memiliki militer. Militer adalah institusi yang keberadaannya saja sudah melanggar hak untuk hidup. Terlepas dari apa pun yang mereka lakukan. Loh, kenapa militer melanggar hak untuk hidup? Sebab, semua anggota militer dilatih untuk membunuh seefisien mungkin.

Militer dirancang untuk menghancurkan militer lawan. Semua anggota militer mengasumsikan lawan tak memiliki hak untuk hidup. Karena negara atau pemerintahlah yang mendirikan, membiayai, dan memimpin militer. Secara otomatis negara juga sudah mengasumsikan ADA (Bahkan banyak) individu yang tak memiliki hak untuk hidup. Ketika negara menganggap hak tersebut tak ‘exist’ otomatis negara tersebut melanggar hak tersebut.
Ketika militer “benar-benar bekerja dan kita akan melihat pelanggaran hak untuk hidup. Bukan cuma di medan perang. Bahkan di garis belakang”.
Kita sudah melihat ketika dalam Perang Dunia (PD) II. Angkatan Udara Amerika bukan cuma membakar pangkalan-pangkalan militer pihak Jerman dan Jepang. Tapi, juga kota-kota mereka seperti Dresden dan Tokyo. Kita sudah melihat usaha sekutu membuat Jerman kelaparan di akhir PD 1 dan usaha Amerika membuat Jepang kelaparan di akhir PD 2. Itu semua adalah bukti bahwa militer tak memedulikan hak untuk hidup. Militer cuma memedulikan kehancuran lawan.

Apakah realistis kalau kita membubarkan militer kita? Tidak sama sekali. Begitu sebuah negara menjadi pasifis sepenuhnya negara tersebut menjadi terbuka terhadap serangan negara lain. Selama tak ada negara lain yang menyerang semua memang baik-baik saja. Tapi, begitu ada negara lain yang menyerang negara yang tak memiliki militer harus meminta tolong PBB atau negara lain untuk mengerahkan pasukannya untuk menolongnya.

Negara tersebut menjadi munafik sebab mereka tak mau melanggar HAM. Tapi, menyuruh orang lain melanggar HAM untuk kepentingan mereka. Lagipula tak ada jaminan aksi dari PBB atau negara lain akan bisa menolong negara tersebut. Negara tersebut juga secara de facto kehilangan kedaulatan sebab mereka akan tergantung pada negara lain di bidang pertahanan dan keamanan.
Terbukti kebanyakan negara yang tak memiliki militer adalah koloni atau protektorat negara lain seperti Grenada, Kepulauan Marshall, Micronesia, dan seterusnya (lihat http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_without_armed_forces untuk data lengkapnya.) Kesimpulannya pembubaran institusi militer adalah tak realistis.
Jadi, tanpa disadari, mayoritas dunia sudah setuju bahwa setiap hari mereka boleh melanggar hak paling fundamental dari HAM. Mayoritas dunia sudah setuju bahwa penegakan hak paling penting dari HAM adalah tak realistis.

Kalau begitu kenapa satu negara itu terus menerus meneriakkan HAM? Tak lain tak bukan itu cuma usaha untuk membuat dirinya tampak superior, lebih baik, dan lebih suci dari kebanyakan dunia. Usaha untuk meyakinkan dunia bahwa dirinya berhak menjadi pemimpin dunia. Usaha yang masih gagal sebab sampai sekarang masih banyak negara yang tak mempedulikan AS.

http://suarapembaca.detik.com/read/2009/02/28/192734/1092151/471/foto/

~ by dery091290 on June 5, 2010.

Leave a comment